Hosting Unlimited Indonesia

25 Apr 2013

Miskin Harta namun Kaya Iman

Teguran , Saya menangis dan malu baca cerita ini

Seorang pedagang hewan qurban berkisah tentang pengalamannya: Seorang ibu datang memperhatikan dagangan saya. Dilihat dari penampilannya sepertinya tidak akan mampu membeli. Namun tetap saya coba hampiri dan menawarkan kepadanya, “Silahkan bu…”, lantas ibu itu menunjuk salah satu kambing termurah sambil bertanya,”kalau yang itu berapa Pak?”.

“Yang itu 700 ribu bu,” jawab saya. “Harga pasnya berapa?”, Tanya kembali si Ibuu. “600 deh, harga segitu untung saya kecil, tapi biarlah…… . “Tapi, uang saya hanya 500 ribu, boleh pak?”, pintanya. Waduh, saya bingung, karena itu harga modalnya, akhirnya saya berembug dengan teman sampai akhirnya diputuskan diberikan saja dengan harga itu kepada ibu tersebut.

Sayapun mengantar hewan qurban tersebut sampai kerumahnya, begitu tiba dirumahnya, “Astaghfirullah……, Allahu Akbar…, terasa menggigil seluruh badan karena melihat keadaan rumah ibu itu.

Rupanya ibu itu hanya tinggal bertiga, dengan ibunya dan puteranya dirumah gubug berlantai tanah tersebut. Saya tidak melihat tempat tidur kasur, kursi ruang tamu, apalagi perabot mewah atau barang-barang elektronik,. Yang terlihat hanya dipan kayu beralaskan tikar dan bantal lusuh.

Diatas dipan, tertidur seorang nenek tua kurus. “Mak…..bangun mak, nih lihat saya bawa apa?”, kata ibu itu pada nenek yg sedang rebahan sampai akhirnya terbangun. “Mak, saya sudah belikan emak kambing buat qurban, nanti kita antar ke Masjid ya mak….”, kata ibu itu dengan penuh kegembiraan.

Si nenek sangat terkaget meski nampak bahagia, sambil mengelus-elus kambing, nenek itu berucap, “Alhamdulillah, akhirnya kesampaian juga kalau emak mau berqurban”.

“Nih Pak, uangnya, maaf ya kalau saya nawarnya kemurahan, karena saya hanya tukang cuci di kampung sini, saya sengaja mengumpulkan uang untuk beli kambing yang akan diniatkan buat qurban atas nama ibu saya….”, kata ibu itu Kaki ini bergetar, dada terasa sesak, sambil menahan tetes air mata, saya berdoa , “Ya Allah…, Ampuni dosa hamba, hamba malu berhadapan dengan hamba-Mu yang pasti lebih mulia ini, seorang yang miskin harta namun kekayaan Imannya begitu luar biasa”.

“Pak, ini ongkos kendaraannya…”, panggil ibu itu,”sudah bu, biar ongkos kendaraanya saya yang bayar’, kata saya.

Saya cepat pergi sebelum ibu itu tahu kalau mata ini sudah basah karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan dengan hambaNya yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya…….

Untuk mulia ternyata tidak perlu harta berlimpah, jabatan tinggi apalagi kekuasaan, kita bisa belajar keikhlasan dari ibu itu untuk menggapai kemuliaan hidup. Berapa banyak diantara kita yang diberi kecukupan penghasilan, namun masih saja ada kengganan untuk berkurban, padahal bisa jadi harga handphone, jam tangan, tas, ataupun aksesoris yg menempel di tubuh kita harganya jauh lebih mahal dibandingkan seekor hewan qurban. Namun selalu kita sembunyi dibalik kata tidak mampu atau tidak dianggarkan.

Oleh : Ust. Aidil Heryana
====Semoga bermanfaat======
Read more.... Miskin Harta namun Kaya Iman

24 Apr 2013

Makna AD-AYYUTS

-->
Kau selimuti dgn rapat mobilmu
Agar tak menempel tanah dan debu
Tapi tak kau tutup aurat istri dan puterimu
Dari pandangan mata keranjang di jalanan
Apakah mobil lebih berharga bagimu?
Semooga tersentuh, bkn tersinggung ^_^

( disalin ummu azzmi dan Abu Umar Abdillah )

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“ثلاثة لا ينظر الله عز وجل إليهم يوم القيامة: العاق لوالديه, والمرأة المترجلة, والديوث…”

“Ada tiga golongan manusia yang tidak akan dilihat oleh Allah (dengan pandangan kasih sayang) pada hari kiamat nanti, yaitu: orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, perempuan yang menyerupai laki-laki, dan ad-dayyuts…” (HR. An-Nasa-i, no. 2562, Ahmad, 2/134 dan lain-lain. Dishahihkan oleh Adz-Dzahabi dalam Kitabul Kaba-ir, hal. 55 dan dihasankan oleh syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahaaditsish Shahihah, no. 284. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/498 mengenai makna hadits ini)

Makna AD-AYYUTS adalah seorang suami atau bapak yang membiarkan terjadinya perbuatan buruk dalam keluarganya (Lihat Fathul Baari, 10/406. Makna ini disebutkan dalam riwayat lain dari hadits di atas dalam Musnad Imam Ahmad, 2/69.
Read more.... Makna AD-AYYUTS

22 Apr 2013

Cinta Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-

Faidah Kajian bersama: Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr, 04 Jumadil Akhir 1434 H - 21 April 2013 M, di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jam 09-11.30 wib.. Tema: Cinta Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-
 1. Setelah beliau khutbatul hajah, beliau memulai dengan doa-doa kebaikan,, kemudian beliau menuturkan bahwa kajian saat ini adalah lanjutan dari kajian tabligh akbar yang sebelumnya tentang mahabbatullah cinta kepada Allah. Cinta kepada Allah adalah asalnya, adapun cinta kepada Rasulullah adalah konsekuensi dari cinta kepada Allah. Kemudian beliau membawakan dalil dari alquran: Firman Allah ta'ala dalam surat At-taubah: 24

 قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ 

 “Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” Kemudian hadits yang diriwayatkan Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu dalam shahihain (Bukhari Muslim):

 ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سَوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إلاَّ لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ 

“Tiga sifat yang jika ada pada diri seseorang, maka ia akan meraih manisnya iman: Allah ta'ala dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, ia mencintai seseorang, tidaklah mencintainya melainkan karena Allah semata, ia membenci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya darinya, sebagaimana ia benci apabila dilempar ke dalam api.”

2. Cinta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah kewajiban bagi seorang muslim, yang mana beliau harus lebih kita cintai daripada manusia lainnya bahkan diri kita sendiri, beliau adalah orang yang sangat kasih sayang terhadap umatnya. Syaikh hafizhahullah membawakan firman Allah ta'ala dalam surat At Taubah: 128

;لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ;

“Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, dia sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.”

Kemudian beliau, membawakan hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu dalam shahih bukhari: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

;لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين

Tidaklah beriman diantara kalian sampai aku lebih ia cintai dari pada orang tuanya, anaknya bahkan segenap manusia. Begitu juga diterangkan dalam shahih bukhari, Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu pernah berkata:
;يا رسول الله، لأنت أحب إلي من كل شيء إلا من نفسي، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: (لا، والذي نفسي بيده، حتى أكون أحب إليك من نفسك). فقال له عمر: فإنه الآن، والله، لأنت أحب إلي من نفسي، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: (الآن يا عمر

“Demi Allah, ya Rasulullah. Sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku.” Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun menanggapi, “Demi Zat Yang jiwaku di tangan-Nya, sampai aku harus lebih engkau cintai melebihi dirimu sendiri.” Kemudian Umar pun berkata, “Sejak saat ini engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun menyambut, "Ya begitu, Umar".

3. Cinta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah sebagai perbekalan kita untuk diakhirat kelak,. cinta ini hendaknya melahirkan ibadah-ibadah yang shalih. Kemudian syaikh hafizhahullahu ta'ala membawakan hadits, lagi-lagi diriwayatkan oleh shahabat Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu dalam shahih bukhari: أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - عَنِ السَّاعَةِ ، فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ « وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا » . قَالَ لاَ شَىْءَ إِلاَّ أَنِّى أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ - صلى الله عليه وسلم - . فَقَالَ « أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ » . قَالَ أَنَسٌ فَمَا فَرِحْنَا بِشَىْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - « أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ » . قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ .

Bahwa seseorang pernah bertanya kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tentang hari kiamat”, beliau bersabda: “apa yang telah kamu sudah persiapkan untuknya?”, orang tersebut menjawab: “Tidak ada apapun, melainkan aku sungguh mencintai Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam”, lalu beliau bersabda: “Kamu bersama yang kamu cintai”. Anas bin malik radhiyallahu berkata: “Kami tidak pernah segembira dengan sesuatupun seperti kegembiraan kami dengan sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam “Kamu bersam yang kamu cintai”, Anas berkata: “Maka aku mencintai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar dan Umar, dan berharap aku bersama mereka disebabkan kecintaanku kepada mereka, meskpun aku tidak berbuat seperti perbuatan mereka.”

4. Untuk mengetahui bagaimana mencintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam maka lihatlah sejarah perjalanan para shahabat radhiyallahu 'anhum dalam mencintai rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dalilnya banyak sekali yang menunjukkan betapa luar biasanya kecintaan para shahabat terhadap nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian syaikh hafizhahullah membawakan salahsatu kisah yang diterangkan dalam shahih bukhari, diriwayatkan dari Shahabat 'Urwah bin Mas'ud Ats Tsaqafi radhiyallahu 'anhu, tatkala beliau pulang menemui kaumnya, beliau mengatakan: "Wahai kaum! Demi Allah! Sungguh aku pernah menemui para raja, menemui kaisar, kisra dan Najasyi. Demi Allah! Aku Tidak pernah melihat satu raja pun yang diagungkan para sahabatnya seperti pengangungannya para sahabat Muhammad kepada Muhamad. Demi Allah! Tidaklah keluar dahak darinya, kecuali mengenai telapak seorang dari mereka, lalu menggosokkannya di wajah dan kulitnya. Jika ia memerintahkan mereka, maka mereka segera melaksanakannya. Jika ia berwudhu, mereka seakan-akan berperang memperebutkan air sisa wudhunya. Dan jika berbicara, mereka merendahkan suara-suara mereka serta tidak memandang langsung kepadanya karena mengagungkannya. Sungguh ia telah menawarkan kepada kalian kebaikan, maka terimalah!"

وَاللَّهِ لَقَدْ وَفَدْتُ عَلَى الْمُلُوكِ وَوَفَدْتُ عَلَى قَيْصَرَ وَكِسْرَى وَالنَّجَاشِيِّ وَاللَّهِ إِنْ رَأَيْتُ مَلِكًا قَطُّ يُعَظِّمُهُ أَصْحَابُهُ مَا يُعَظِّمُ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحَمَّدًا وَاللَّهِ إِنْ تَنَخَّمَ نُخَامَةً إِلَّا وَقَعَتْ فِي كَفِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ فَدَلَكَ بِهَا وَجْهَهُ وَجِلْدَهُ وَإِذَا أَمَرَهُمْ ابْتَدَرُوا أَمْرَهُ وَإِذَا تَوَضَّأَ كَادُوا يَقْتَتِلُونَ عَلَى وَضُوئِهِ وَإِذَا تَكَلَّمَ خَفَضُوا أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَهُ وَمَا يُحِدُّونَ إِلَيْهِ النَّظَرَ تَعْظِيمًا لَهُ وَإِنَّهُ قَدْ عَرَضَ عَلَيْكُمْ خُطَّةَ رُشْدٍ فَاقْبَلُوهَا.

5. Sesungguhnya kecintaan kepada Nabi tidak cukup sekedar dengan pengakuan semata, akan tetapi kecintaan tersebut haruslah kecintaan yang nyata lagi agung, cinta yang jujur dengan ittiba' mencontoh beliau shallallahu 'alaihi wasallam dalam ibadah. Kemudian syaikh hafizhahullahu ta'ala memebawakan dalil alquran surat Ali Imaran 31: قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat ini mengatakan, ayat yang mulia ini merupakan hakim pemutus bagi orang yang mengaku cinta kepada Allah akan tetapi berpaling dari jalan nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, maka sesungguhnya pengakuan cintanya tersebut adalah dusta hingga ia mengikuti syariat nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dalam agamanya baik berupa perkataan maupun perbuatan. Para Ulama mengatakan ayat ini adalah ayatul mihnah, yaitu ayat yang berupa ujian bagi orang-orang yang mengaku cinta kepada kepada Allah dan RasulNya, apakah kecintaannya jujur ataukah dusta?!

6. Kemudian beliau membawakan lagi hadits yang diriwayatkan Imam Ath Thabrani dalam mu'jamnya Al Ausath, hadits ini hasan dari jalan Abu Qiradin As Sulami radhiyallahu 'anhu:

“كنا عند رسول الله صلى الله عليه وسلم فدعا بطهور قَمَسَ يده فيه , ثم توضأ , فتتبعناه فحسوناه , فقال صلى الله عليه وسلم : " ما حملكم على ما صنعتم ? قلنا : حب الله و رسوله , قال : فإن أحببتم أن يحبكم الله و رسوله , فأدوا إذ ائتمنتم , و اصدقوا إذا حدثتم , و أحسنوا جوار من جاوركم

Kami berada disisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau meminta air untuk berwudhu kemudian beliau mencelupkan tangannya kedalam air tersebut, lalu berwuduhu, maka kamipun mengikuti beliau, bahkan meminum sisa air wudhu beliau.. lalu Rasululllah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Apakah yang mendorong kamu berbuat begini?”. maka kami mengatakan: "karena kecintaan kepada Allah dan RasulNya", Maka Rasulullah mengatakan: Jika kalian ingin dicintai Allah dan Rasulnya maka tunaikanlah jika kalian diamanahi, jujurlah ketika berbicara dan berlaku baiklah dengan dengan tetangga kalian Inilah tanda kejujuran cinta kepada Nabi,. lihatlah betapa para shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sangat ittiba'nya mencontoh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam

7. Kemudian syaikh hafizhahullahu ta'ala menjelaskan tanda cinta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang kedua adalah: Memperbanyak shalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: الْبَخِيلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ

“Orang yang kikir adalah orang yang tatkala namaku disebut disisinya, namun dia tidak bershalawat kepadaku.” (HR. at-Tirmidzi, Ahmad, dan lain-lain, dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil, dari jalan shahabat Al-Husain bin ‘Ali radhiyallahu 'anhu)

8. Tanda kejujuran cinta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang ketiga adalah: Mempunyai keinginan yang kuat dan kerinduan yang sangat, untuk bertemu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Syaikh hafizhahullahu ta'ala membawakan hadits dalam shahih muslim, yang diriwayatkan dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
;من أشد أمتي لي حبا ناس يكونون بعدي يود أحدهم لو رآني بأهله وماله

"Di antara umatku yang paling mencintaiku adalah, orang-orang yang hidup setelahku. Salah seorang dari mereka sangat ingin melihatku, walaupun menebus dengan keluarga dan harta"

9. Tanda kejujuran cinta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang keempat adalah: Mengangungkan dan beradab yang baik terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tanpa sikap ghuluw berlebih-lebihan.. Sebagaimana Allah ta'ala berfirman dalam surat Al Hujurat ayat 2:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ. 

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus pahala amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari".

Beliau hafizhahullahu ta'ala kemudian membawakan ayat yang lain dalam surat Al Ahzab ayat 21, yakni firman Allahu ta'ala:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ

"Sesungguhnya telah ada pada diri Rassullah itu suri teladan yang baik bagimu yakni bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat".

10. Tanda kejujuran cinta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang kelima adalah memperbanyak sholawat dan salam atas Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terutama pada hari jumat ataupun malam jum'at,. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi, dari jalan shahabat Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

أَكْثِرُوا الصَّلاةَ عَلَيَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، وَلَيْلَةَ الْجُمُعَةِ

Perbanyaklah bersholawat atasku pada hari jum'at dan malam jum'at.
Kemudian Syaikh hafizhahulllah membawakan kalam dari Imam Syafii rahimahullah: "Aku senang memperbanyak sholawat pada banyak keadaan, akan tetapi aku lebih menyukai melakukannya pada hari jum'at". Dalam point ke10 ini, Beliau hafizhahullahu ta'ala mengulangi diantara tanda kejujuran cinta kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah hendaknya perbanyak bersholawat kepada Nabi, padahal ini sudah disebutkan pada tanda yang ke2,. seakan ingin mengingatkan kepada kita bahwa sangat pentingnya memperbanyak sholawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, wallahu a'lam

11. Tanda kejujuran cinta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang keenam adalah mencintai keluarga Nabi dan para shahabatnya radhiyallahu 'anhum Karena merekalah yang dimaksud dalam ayat ini, yakni firman Allah ta'ala:

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ
لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرَهُمُ الْفَاسِقُونَ

"Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik". (Ali Imron: 110)

Karena merekalah sebaik-baik generasi yang dimaksud dalam hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُونَهُمْ “Sebaik-baik generasi adalah generasiku yang aku hidup pada masanya, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya". HR. Bukhari dari jalan shahabat Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu

12. Tanda kejujuran cinta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang ketujuh adalah mencintai para dai ahlussunnah yang menyeru kepada jalan Allah. Hal ini sebagaimana dikisahkan oleh Imam Bukhari dalam shahihnya, yang diriwayatkan dari jalan shahabat Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu:

جاء رجلٌ إلى رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم فقال : يا رسولَ اللهِ، كيف تقولُ في رجلٍ أحَبَّ قومًا ولم يَلحَقْ بهم ؟ فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم : المَرءُ معَ مَن أحَبَّ

Datang seorang lelaki kepada Rasululllah shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian bertanya: "Ya, Rasulullah.. Bagaimana engkau bisa mengatakan seseorang bisa mencintai suatu kaum sementara mereka belum pernah bertemu?". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Seseorang itu bersama dengan yang ia cintai".

12. Tanda kejujuran cinta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang kedelapan adalah mencintai beliau shallallahu 'alaihi wasallam dengan kecintaan islam, tidak berlebihan dan tidak pula meremehkan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam Mustadrak-nya, yakni dari Yahya bin Sa'id, beliau berkata: Dulu aku berada disisi Ali bin Husain, kemudian datanglah orang-orang dari negeri kufah, maka Ali bin Husain berkata:
يا أهل العراق , أحبّونا حبّ الإسلام ؛ فإنّي سمعت أبي يقول : قال رسول الله (صلّى الله عليه وآله) : يا أيها الناس , لا ترفعوني فوق حقّي ؛ فإنّ الله عزّ وجلّ قد اتخذني عبداً قبل أن يتّخذني نبياً

"Wahai penduduk iraq, cintailah kami dengan kecintaan islam, sesungguhnya aku mendengar ayahku berkata, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai segenap manusia, jangan kalian mengangkatku melebihi batas kedudukanku, sesungguhnya Allah 'azaa wajalla, telah menjadikanku hamba sebelum mengangkatku menjadi nabi".

13. Syaikh hafizhahullah, menegaskan bahwa hendaknya kita bersikap wasath (pertengahan) dan bersikap Al I'tidal (adil) dalam hal cinta terhadap Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,, kita hendaknya pertengahan diantara orang yang ghuluw/ifrath berlebih-lebihan dan al jafa'/tafrith orang yang meremehkan,

14. Kemudian syaikh hafizhahullah menyebutkan 6 tanda al jafa' orang-orang yang meremehkan ataupun melecehkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

Pertama: Lemahnya kecintaan dalam hati dan lebih mencintai dunia daripada mencintai Nabi shallallahu 'alaihi wasallam

Kedua: Berpaling dari sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan sibuk dengan mempelajari pemahaman bathil yang dapat memalingkan manusia dari kebenaran Tambahan penulis: Allah ta'ala mengancam orang-orang yang berpaling dengan sunnah Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana firman-Nya dalam surat An-Nisa: ayat 115:

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali”

Ketiga: Tidak menghormati hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam... Padahal Allah ta'ala mensifati Nabi dengan firmanNya dalam surat An-Najm ayat 3-4:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى ”Dan tidaklah dia mengatakan dari hawa nafsunya, melainkan itu dari wahyu yang diturunkan oleh Allah".

Keempat: Tidak ada perhatian terhadap sejarah perjalanan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Kelima: Membenci sunnah dan membela amalan-amalan bid'ah Padahal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: فمن رغب عن سُنَّتي فليس مِنِّي Barangsiapa yang membenci sunnahku maka bukan dari golonganku. HR. Imam Muslim, dari jalan shahabat Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu Dalam hadits yang lain beliau hafizhahullah membawakan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ  Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak ada contohnya dari kami maka amalannya tertolak. HR. Imam Muslim, dari jalan 'Aisyah radhiyallahu 'anha Bahkan hampir setiap khutbah jumat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدى هدى محمد وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة “Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan ialah Kitabullah AlQuran dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, dan seburuk-buruk perkara adalah muhdatsat (perkara baru yang diada-adakan/bid'ah), dan setiap bid’ah itu adalah kesesatan”. HR. Imam Muslim dari jalan shahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu

Keenam: Meremehkan bahkan mencela para shahabat Nabi dan orang-orang yang mengikuti jejak para shahabat. لا تسبوا أصحابي ، فلو أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهبا ، ما بلغ مد أحدهم ولا نصيف Jangan engkau cela sahabatku, sekalipun diantara kalian ada yang berinfaq emas sebesar gunung Uhud, tetap tidak akan bisa menyamai pahala infaq sahabatku yang hanya satu mud satu genggam, bahkan tidak setengahnya. HR. Imam Muslim dari jalan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu

15. Pada point ini, syaikh hafizhahullah menjelaskan bahaya sikap ghuluw berlebih-lebihan terhadap kedudukan diri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda إياكم والغلو في الدين فإنما أهلك الذين من قبلكم غلوهم في دينهم "Jauhilah sifat ghuluw berlebih-lebihan dalam agama, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian hancur binasa karena sikap ghuluw mereka dalam agama". HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh syaikh Al-Albani rahimahumallah dari jalan shahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari jalan shahabat Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: لا تُطْروني ، كما أطْرَتِ النصارى ابنَ مريمَ ، فإنما أنا عبدُه ، فقولوا : عبدُ اللهِ ورسولُه "Janganlah kalian memujiku secara berlebihan sebagaimana kaum Nasrani memuji (dengan mengkultuskan) ‘Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hambaNya, maka panggillah aku dengan hamba Allah dan rasul-Nya.”

16. Syaikh hafizhahullah menjelaskan bahwa Rasululllah shallallahu 'alaihi wasallam tidak hanya menjelaskan bahaya sikap ghuluw, tapi beliau shallallahu 'alaihi wasallam menutup segala celah yang dapat mengantarkan sikap ghuluw berlebih-lebihan dalam agama. Lihatlah bagaimana kisah yang diterangkan dalam Musnad Imam Ahmad dari jalan shahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhu, tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendengar seseorang yang berkata kepada beliau: ما شاء اللهُ وشئتَ “Atas kehendak Allah dan kehendakmu.” Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam langsung menegur dengan perkataannya: بل ما شاء اللهُ وحدَه (Jangan begitu) tapi atas kehendak Allah semata. Dalam kisah yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari jalan shahabiyah Ar-Rabi bintu Mu'awwadz bin 'Afra radhiayallahu 'anha, tatkala beliau mendengar seorang budak perempuan berkata: وفينا نبيُّ يعلمُ ما في غدٍ "Disisi kami ada seorang Nabi yang mengetahui perkara masa depan". Maka sontak Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menegurnya: لا تقولي هكذا "Janganlah engkau berkata demikian". Dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: لا يعلمُ ما في غدٍ إلا اللهُ Tidak ada yang mengetahui perkara masa depan kecuali hanya Allah. HR. Imam Bukhari dari jalan shahabat Abdullah bin 'Umar radhiyallahu 'anhuma Maka hendaknya kita menempatkan kedudukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana mestinya, tidak mengkultuskan beliau sampai derajat tuhan.. Kemudian Syaikh hafizhahullah membawakan bagaimana kisah antara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan tawanan perang, yakni tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi seorang tawanan perang, dalam riwayat yang lain beliau menyuruh agar tawanan tersebut untuk bertaubat,. Tawanan itupun lantas berkata: أتوبُ إلى اللهِ ولا أتوبُ إلى محمدٍ Aku bertaubat kepada Allah, dan tidak kepada Muhammad. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam-pun bersabda: عرَف الحقَّ لأهلِه "dia telah mengetahui Al-Haq ditempatkan kepada yang semestinya". Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad Syakir dalam kitabnya Umdatut Tafsir, dari jalan shahabat Aswad bin Sari' radhiyallahu 'anhu

17. Pada akhir-akhir kajian syaikh Abdur Razzaq hafizhahullah, beliau menasehatkan kepada kita bahwa dalam mencintai Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak cukup hanya dengan niat dan tujuan yang baik semata, tidak cukup hanya dengan semangat saja, namun lebih dari itu hendaknya harus dibarengi dengan sikap ittiba' mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam segala perkara ibadah. Kemudian syaikh hafizhahullah membawakan perkataan Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu: وَكَم مِن مُريدٍ للخيرِ لن يصيبَهُ "Betapa banyak orang yang ingin mendapatkan kebaikan akan tetapi ia tidak pernah mendapatkannya". Dibawakan Imam Al-Albani dalam kitabnya Silsilah Ash-Shahihah Beliau melanjutkan dengan membawa kisah seorang shahabat yang berkurban pada hari raya idul adha, namun disembelih sebelum sholat ied,. maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyuruh untuk mengulanginya,. Maka perhatikanlah bahwa niat & tujuan baik sekalipun, tetap tidak membuat ibadahnya tersebut menjadi sah, hingga dia benar-benar mengikuti petunjuk dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

18. Tibalah dipenghujung materi kajian syaikh hafizhahullah.. fffhh, rupanya waktu serasa begitu singkat.. Beliau hafizhahullah kembali menasehatkan kepada para hadirin dan kaum muslimin yang mendengarkan beliau dimanapun berada,, bahwa tata cara mencintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah dengan melihat bagaimana kecintaan para shahabat radhiyallahu 'anhum kepada beliau,. seperti bagaimana kecintaaannya Abu Bakar kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bagaimana kecintaan Umar kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam serta bagaimana kecintaan Utsman dan Ali kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

19. Beliau akhirnya menutup materi kajiannya sebelum melanjutkan sesi tanya jawab, dengan doa kepada Allah salahsatunya syaikh berdo'a: "Ya Allah, aku memohon kepadaMu agar aku bisa mencintai-Mu." Rasa haru-pun menyelimuti.. -terima kasih ya syaikh,, jazaakallahu khoyron-

Ini sekedar catatan pribadi, tentu ada tambahan atau pengurangan, ada yang keliru mohon kiranya diluruskan,, mohon maaf, semoga bermanfaat.. Jogja, ba'da ashar 11 Jumadil Akhir 1434 h - 22 April 2013,, (ditulis oleh ukhty Dian Ambarawati dengan mendengar streaming rodja,, terima kasih buat penulis dan panitia, semoga Allah membalas kebaikan kepada antum semua)

NB: link download kajian Al Ustadz Prof Dr Abdur Razzab bin Abdil Muhsin Al Abbad Al Badr hafizhahullah >>Cinta Rasulullah
Read more.... Cinta Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-

18 Jan 2013

Bangga Menjadi Ibu Rumah Tangga

Hebat rasanya ketika mendengar ada seorang wanita lulusan sebuah universitas ternama telah bekerja di sebuah perusahaan bonafit dengan gaji jutaan rupiah per bulan. Belum lagi perusahaan sering menugaskan wanita tersebut terbang ke luar negri untuk menyelesaikan urusan perusahaan. Tergambar seolah kesuksesan telah dia raih. Benar seperti itukah?

Kebanyakan orang akan beranggapan demikian. Sesuatu dikatakan sukses lebih dinilai dari segi materi sehingga jika ada sesuatu yang tidak memberi nilai materi akan dianggap remeh. Cara pandang yang demikian membuat banyak dari wanita muslimah bergeser dari fitrohnya. Berpandangan bahwa sekarang sudah saatnya wanita tidak hanya tinggal di rumah menjadi ibu, tapi sekarang saatnya wanita ‘menunjukkan eksistensi diri’ di luar. Menggambarkan seolah-olah tinggal di rumah menjadi seorang ibu adalah hal yang rendah.

Kita bisa dapati ketika seorang ibu rumah tangga ditanya teman lama “Sekarang kerja dimana?” rasanya terasa berat untuk menjawab, berusaha mengalihkan pembicaraan atau menjawab dengan suara lirih sambil tertunduk “Saya adalah ibu rumah tangga”. Rasanya malu! Apalagi jika teman lama yang menanyakan itu “sukses” berkarir di sebuah perusahaan besar. Atau kita bisa dapati ketika ada seorang muslimah lulusan universitas ternama dengan prestasi bagus atau bahkan berpredikat cumlaude hendak berkhidmat di rumah menjadi seorang istri dan ibu bagi anak-anak, dia harus berhadapan dengan “nasehat” dari bapak tercintanya: “Putriku! Kamu kan sudah sarjana, cumlaude lagi! Sayang kalau cuma di rumah saja ngurus suami dan anak.” Padahal, putri tercintanya hendak berkhidmat dengan sesuatu yang mulia, yaitu sesuatu yang memang menjadi tanggung jawabnya. Disana ia ingin mencari surga.

Ibu Sebagai Seorang Pendidik

Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa perbaikan masyarakat bisa dilakukan dengan dua cara: Pertama, perbaikan secara lahiriah, yaitu perbaikan yang berlangsung di pasar, masjid, dan berbagai urusan lahiriah lainnya. Hal ini banyak didominasi kaum lelaki, karena merekalah yang sering nampak dan keluar rumah. Kedua, perbaikan masyarakat di balik layar, yaitu perbaikan yang dilakukan di dalam rumah. Sebagian besar peran ini diserahkan pada kaum wanita sebab wanita merupakan pengurus rumah. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:

“Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa kalian, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33)

Pertumbuhan generasi suatu bangsa adalah pertama kali berada di buaian para ibu. Ini berarti seorang ibu telah mengambil jatah yang besar dalam pembentukan pribadi sebuah generasi. Ini adalah tugas yang besar! Mengajari mereka kalimat Laa Ilaaha Illallah, menancapkan tauhid ke dada-dada mereka, menanamkan kecintaan pada Al Quran dan As Sunah sebagai pedoman hidup, kecintaan pada ilmu, kecintaan pada Al Haq, mengajari mereka bagaimana beribadah pada Allah yang telah menciptakan mereka, mengajari mereka akhlak-akhlak mulia, mengajari mereka bagaimana menjadi pemberani tapi tidak sombong, mengajari mereka untuk bersyukur, mengajari bersabar, mengajari mereka arti disiplin, tanggung jawab, mengajari mereka rasa empati, menghargai orang lain, memaafkan, dan masih banyak lagi. Termasuk di dalamnya hal yang menurut banyak orang dianggap sebagai sesuatu yang kecil dan remeh, seperti mengajarkan pada anak adab ke kamar mandi. Bukan hanya sekedar supaya anak tau bahwa masuk kamar mandi itu dengan kaki kiri, tapi bagaimana supaya hal semacam itu bisa menjadi kebiasaan yang lekat padanya. Butuh ketelatenan dan kesabaran untuk membiasakannya.

Sebuah Tanggung Jawab

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya: “Peliharalah dirimu dan keluargamu!” di atas menggunakan Fi’il Amr (kata kerja perintah) yang menunjukkan bahwa hukumnya wajib. Oleh karena itu semua kaum muslimin yang mempunyai keluarga wajib menyelamatkan diri dan keluarga dari bahaya api neraka.

Tentang Surat At Tahrim ayat ke-6 ini, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ajarkan kebaikan kepada dirimu dan keluargamu.” (Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Mustadrak-nya (IV/494), dan ia mengatakan hadist ini shahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim, sekalipun keduanya tidak mengeluarkannya)

Muqatil mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah, setiap muslim harus mendidik diri dan keluarganya dengan cara memerintahkan mereka untuk mengerjakan kebaikan dan melarang mereka dari perbuatan maksiat.

Ibnu Qoyyim menjelaskan bahwa beberapa ulama mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan meminta pertanggungjawaban setiap orang tua tentang anaknya pada hari kiamat sebelum si anak sendiri meminta pertanggungjawaban orang tuanya. Sebagaimana seorang ayah itu mempunyai hak atas anaknya, maka anak pun mempunyai hak atas ayahnya. Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Kami wajibkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya.” (QS. Al Ankabut: 7), maka disamping itu Allah juga berfirman, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang berbahan bakar manusia dan batu.” (QS. At Tahrim: 6)

Ibnu Qoyyim selanjutnya menjelaskan bahwa barang siapa yang mengabaikan pendidikan anaknya dalam hal-hal yang bermanfaat baginya, lalu ia membiarkan begitu saja, berarti telah melakukan kesalahan besar. Mayoritas penyebab kerusakan anak adalah akibat orang tua yang acuh tak acuh terhadap anak mereka, tidak mau mengajarkan kewajiban dan sunnah agama. Mereka menyia-nyiakan anak ketika masih kecil sehingga mereka tidak bisa mengambil keuntungan dari anak mereka ketika dewasa, sang anak pun tidak bisa menjadi anak yang bermanfaat bagi ayahnya.

Adapun dalil yang lain diantaranya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:

“dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang dekat.” (QS asy Syu’ara’: 214)

Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Kaum lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya di rumah, dia bertanggung jawab atas keluarganya. Wanita pun pemimpin yang mengurusi rumah suami dan anak-anaknya. Dia pun bertanggung jawab atas diri mereka. Budak seorang pria pun jadi pemimpin mengurusi harta tuannya, dia pun bertanggung jawab atas kepengurusannya. Kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari 2/91)

Dari keterangan di atas, nampak jelas bahwa setiap insan yang ada hubungan keluarga dan kerabat hendaknya saling bekerja sama, saling menasehati dan turut mendidik keluarga. Utamanya orang tua kepada anak, karena mereka sangat membutuhkan bimbingannya. Orang tua hendaknya memelihara fitrah anak agar tidak kena noda syirik dan dosa-dosa lainnya. Ini adalah tanggung jawab yang besar yang kita akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya.

Siapa Menanam, Dia akan Menuai Benih

Bagaimana hati seorang ibu melihat anak-anaknya tumbuh? Ketika tabungan anak kita yang usia 5 tahun mulai menumpuk, “Mau untuk apa nak, tabungannya?” Mata rasanya haru ketika seketika anak menjawab “Mau buat beli CD murotal, Mi!” padahal anak-anak lain kebanyakan akan menjawab “Mau buat beli PS!” Atau ketika ditanya tentang cita-cita, “Adek pengen jadi ulama!” Haru! mendengar jawaban ini dari seorang anak tatkala ana-anak seusianya bermimpi “pengen jadi Superman!”

Jiwa seperti ini bagaimana membentuknya? Butuh seorang pendidik yang ulet dan telaten. Bersungguh-sungguh, dengan tekad yang kuat. Seorang yang sabar untuk setiap hari menempa dengan dibekali ilmu yang kuat. Penuh dengan tawakal dan bergantung pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu… jika seperti ini, bisakah kita begitu saja menitipkannya pada pembantu atau membiarkan anak tumbuh begitu saja?? Kita sama-sama tau lingkungan kita bagaimana (TV, media, masyarakat,…) Siapa lagi kalau bukan kita, wahai para ibu -atau calon ibu-?

Setelah kita memahami besarnya peran dan tanggung jawab seorang ibu sebagai seorang pendidik, melihat realita yang ada sekarang sepertinya keadaannya menyedihkan! Tidak semua memang, tapi banyak dari para ibu yang mereka sibuk bekerja dan tidak memperhatikan bagaimana pendidikan anak mereka. Tidak memperhatikan bagaimana aqidah mereka, apakah terkotori dengan syirik atau tidak. Bagaimana ibadah mereka, apakah sholat mereka telah benar atau tidak, atau bahkan malah tidak mengerjakannya… Bagaimana mungkin pekerjaan menancapkan tauhid di dada-dada generasi muslim bisa dibandingkan dengan gaji jutaan rupiah di perusahaan bonafit? Sungguh! sangat jauh perbandingannya.

Anehnya lagi, banyak ibu-ibu yang sebenarnya tinggal di rumah namun tidak juga mereka memperhatikan pendidikan anaknya, bagaimana kepribadian anak mereka dibentuk. Penulis sempat sebentar tinggal di daerah yang sebagian besar ibu-ibu nya menetap di rumah tapi sangat acuh dengan pendidikan anak-anak mereka. Membesarkan anak seolah hanya sekedar memberinya makan. Sedih!

Padahal anak adalah investasi bagi orang tua di dunia dan akhirat! Setiap upaya yang kita lakukan demi mendidiknya dengan ikhlas adalah suatu kebajikan. Setiap kebajikan akan mendapat balasan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak inginkah hari kita terisi dengannya? Atau memang yang kita inginkan adalah kesuksesan karir anak kita, meraih hidup yang berkecukupan, cukup untuk membeli rumah mewah, cukup untuk membeli mobil mentereng, cukup untuk membayar 10 pembantu, mempunyai keluarga yang bahagia, berakhir pekan di villa. Tanpa memperhatikan bagaimana aqidah, bagaimana ibadah, asal tidak bertengkar dan bisa senyum dan tertawa ria di rumah, disebutlah itu dengan bahagia.

Ketika usia senja, mata mulai rabun, tulang mulai rapuh, atau bahkan tubuh ini hanya mampu berbaring dan tak bisa bangkit dari ranjang untuk sekedar berjalan. Siapa yang mau mengurus kita kalau kita tidak pernah mendidik anak-anak kita? Bukankah mereka sedang sibuk dengan karir mereka yang dulu pernah kita banggakan, atau mungkin sedang asik dengan istri dan anak-anak mereka?

Ketika malaikat maut telah datang, ketika jasad telah dimasukkan ke kubur, ketika diri sangat membutuhkan doa padahal pada hari itu diri ini sudah tidak mampu berbuat banyak karena pintu amal telah ditutup, siapakah yang mendoakan kita kalau kita tidak pernah mengajari anak-anak kita?

Lalu…

Masihkah kita mengatakan jabatan ibu rumah tangga dengan kata ‘cuma’? dengan tertunduk dan suara lirih karena malu?
Klu aq sih pede :D Soalnya sekarangkan banyak yg bisa dikerjakan hanya dengan dirumah,jualan online misalnya,marketing online,freelance,semuanya masih bisa menghasilkan duit kok,ga percaya? Aq buktinya bisa dilihat di sini www.jagolaris.com atau kalau butuh info herbal bisa berkunjung ke sini www.anekaherbal.com *cieh jadi ngiklan*


Semoga Bermanfaat Read more.... Bangga Menjadi Ibu Rumah Tangga